Putusan PN Jakarta Pusat Penundaan Pemilu 2024, Staf Pengajar Hukum Tata Negara UneHena Angkat Bicara
Font Terkecil
Font Terbesar
Maluku Utara.sibermalut.com - Beragam tanggapan muncul terkait putusan PN Jakarta Pusat yang salah satu putusannya memerintahkan KPU untuk menunda Pemilu 2024. Berbagai tanggapan intinya menyayangkan adanya putusan penundaan Pemilu.
Penundaan pemilu mengundang reaksi dari berbagai arah,bukan hanya pada stakeholder pemilu penyelenggaraan. Namun sorotan juga datang dari berbagai ahli hukum pusat sampai ke daerah.
Viral Nya putusan pengadilan negeri Jakarta Pusat itu disoroti salah satu Akademisi Universitas Hein Tobelo.
Sukitman Asgar, Direktur Eksekutif Komite Konstitusional Demokratik Halmahera Utara yang Juga Pengurus Asosiasi Hukum Tata negara dan Administrasi Negara Maluku Utara menyatakan bahwa, Putusan Majelis Hakim terkait dengan Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan Penggugat Partai Prima serta Tergugat KPU RI merupakan hal yang mengacaukan Dunia Hukum dan mencampur-adukan Kewenangan Lembaga Peradilan Indonesia.
"Memang dalam Negara yang menganut Sistem Hukum Eropa Kontinental Rachstaat, bahwa setiap Putusan Hakim harus dihormati sebagaimana Asas Res Judicata Pro habetur, setiap putusannya dianggap benar namun, bila memandang putusan PN. Jakarta Pusat adalah hal yang sangat Keliru, walaupun dengan sandaran Asas tidak bisa menolak, perkara juga harus dilihat lagi perkaranya apa dulu" Kata Jum'at (3/3/2023).
Menurut Sukitman Staf Pengajar Hukum Administrasi Negara Universtas Hein namotemo ini menambahkan. Gugatan PMH adalah ranahnya hukum Privat atau Hukum Sipil yang tidak bisa masuk dalam wilayah hukum Pemilu, karena hukum Pemilu adalah hukum Publik, antara pemerintah dalam hal ini Penyelenggara Pemilu KPU dengan Lembaga Partai Politik, bukan antar Warga Negara, sehingga Gugatannya bukan PMH karena KPU RI itu Lembaga Negara, bukan Lembaga Privasi sejenis Perusahan atau Yayasan dan lain-lain..Ini yang harus dipahami.tegasnya.
Dari perspektif itu maka kasusnya Partai Prima bukan Gugatan PMH tetapi Sangketa antara Lembaga Negara yakni KPU dan Partai Politik, sehingga Gugatan yang diajukan bukan di Pengadilan Negeri namun Pengadilan Tata Usaha Negara, itu pun sudah harus sidangnya di Bawaslu sebagai Lembaga Pengawas Pemilu bila penolakan acuannya ke PTUN bukan PN sebagai pasal 25 ayat 2 Undang-undang Kehakiman.
Dari sudut pandang yang ada, Putusan PN Jakpus terkait Penundaan Pemilu harusnya tidak dapat dieksekusi, tapi bila KPU ingin Mengajukan Banding ya Sah-Sah saja untuk menghargai Keputusan dan Mekanisme Penyelesaian sengketa dilembaga Peradilan.
Sukitman juga menambahkan, selain dari mencampuradukan Lembaga Peradilan, Putusan PN juga Inkonstitusional, karena menabrak UUD sebagai Payung Hukum tertinggi Republik ini.
"Coba dilihat Pasal 7 dan pasal 22E UUD 1945, secara tegas mengatakan Presiden hanya menjabat 2 kali periode dan Penyelnggaraan Pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali.Tapi muncul putusan PN Jakrta Pusat mengabaikan itu, yang dipakai Hukum apa dan Sandaran Regulasi yang mana,ini yang perlu diuruskan, agar Lembaga Peradilan juga memiliki Kualitas." Imbuhnya.
Jangan serta merta Putusan hakim harus tunduk lalu semaunya memutus perkara yang bukan ranahnya, sebagai orang yang mempelajari hukum kami merasa tersinggung, ajarkan ke Mahasiswa lain, dilapangan berbeda apalagi itu dilakukan oleh Hakim yang sebagai Pengadil, ini yang perlu diluruskan. tutur Sukitman Staf Pengajar Hukum UNHENA.
Penulis : Imam
Editor : Jaitudin