HALUT, SIBER MALUT.COM - Beredarnya informasi upaya Frans Manery - Muchlis Tapi Tapi sebagai Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara mengajukan Uji Materi Pasal 201 ayat (7) Undang - Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) ternyata menuai banyak protes dari sejumlah tokoh politik di Halmahera Utara.
Setelah mendapat tanggapan dari Politisi Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), kali ini giliran Julius Lobiua akhirnya juga turut memberikan pernyataan keras serupa terkait upaya Hukum Bupati dan wakil Bupati Kabupaten Halmahera Utara mengajukan Pasal 201 ayat (7) Undang - Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut Julius Lobiua pakar hukum tata negara itu, bahwa terkait gugatan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Halmahera Utara ke Mahkamah Konstitusi sangat tidak memberikan dampak pembangunan ekonomi bagi masyarakat Halmahera Utara (basis struktur).
Pasalnya progres politik tersebut hanya berorientasi syarat kepentingan para elit politik daerah kabupaten Halmahera Utara (Suprastruktur) untuk membangun citra populis dan mengamankan posisi kekuasaan agar tetap berkelanjutan.
Selain itu, Julius menambahkan, upaya untuk mendapat kepastian hukum dengan melakukan Uji Materi Pasal 201 ayat (7) Undang - Undang Pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) dinilai tidak logis. Karena itu merupakakan produk Hukum negara yang dilaksanakan berlaku secara nasional.
"Upaya ini akan sia - sia karena itu produk negara dengan agenda politik secara nasional. Konsekuensinya menghasilkan pergeseran periodisasi menjadi 3,5 terhadap pilkada serentak itu," jelas Julius Lobiua, Kuasa Hukum Sinar mas group ini, Senin, (07/02/2022).
Lanjut dia menuturkan meskipun kapasitas Bupati dan wakil Bupati dilindungi haknya oleh Undang - Undang dalam melakukan upaya Hukum. Namun perlu dilihat apa yang diuji?. Jika produk hukum negara, Sementara Bupati dan Wakil Bupati adalah aparatur negara yang seharusnya tunduk menjalankan terhadap keputusan negara tersebut dan bukan membangkang.
Mantan pengurus DPP Partai Damai Sejahtera itu menyebutkan Pilkada serentak tidak mengatur secara spesifik periodisasi 3,5 masa jabatan Kepala Daerah. Artinya hal ini tidak diatur dalam undang - Undang Pilkada. Kemudian jika itu ada, implikasinya diatur dalam Peraturan Pelaksanaan yang lain seperti Peraturan Mendagri dan KPU Sehingga uji materi yang diajukan bukan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Jikalau Undang - Undang tidak mengatur secara spesifik 3,5 Tahun kemudian didalilkan (diuji), di mana (3,5 Tahun) Itu dicantumkan sebagai suatu konsul dari Undang - Undang itu?. Upaya gugatan ke MK sebagai salah satu lembaga negara yang menguji Undang - Undang. Apakah ada 3,5 Tahun itu dalam Undang - Undang?," Sebutnya.
Sementara Julius Juga menilai jika upaya hukum Bupati dan Wakil Bupati ke Mahkamah Konstitusi melibatkan fasilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), tentu sangat disayangkan. Sebab penghasilan tetap (siltap) perangkat Desa, tunjangan kinerja (Tukin), jaminan kesehatan (Jamkesda), pembangunan infrastruktur jalan dan jembatan penghubung Galela - Loloda itu hingga saat ini masih terbengkalai. Pungkasnya mengakhiri. **
Penulis : Andy
Editor : Tim Siber Malaut