Teropong Mahasiswa: Antara Kutukan Sumber Daya Alam dan Nakhoda Baru

Oleh Muhammad Rizky Fahri
Ketua Umum Himpunan Pelajar Mahasiswa Maluku Utara Bandung

Simulasi brojuis Pemerintah Pusat terhadap eksploitasi alam Maluku Utara. Akhir-akhir ini kita dikejutkan dengan beragam masalah yang menimpah serta permasalahan permasalahan pemerintah daerah dengan kebijaakan-kebijakan publik yang menggambarkan Provinsi Maluku Utara dalam ambang batas kemungkinan kehancuran. Ditambah lagi dengan gejalah sekmentasi Politik Pilkada (Gubernur, Bupati dan Walikota), fenomena itu tidak berhenti sampai disitu saja adanya perubahan tranformasi struktural perekonomian di wilayah Maluku Utara dari sektor pertanian menjadi industri salah satunya sentralisasi pertambangan minerba, nikel, emas dan lainnya. Alasan inilah yang mengharuskan hasrat pemerintah karena jumlah transisi kendaraan yang mengunakan energi fosil ke energi terbarukan serta jumlah permintaan ekonomi global yang tidak terbatas di seluruh dunia.Kondisi ini yang ditanggapi dengan ambisi Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia 
sebagai sentralisasi produsen baterai nomor satu di dunia. Ambisi itu kemudian dilakukan lah 
regulasi pengesahan UU No. 4 Tahun 2009 tentang minerba, implikasi dari terbitnya aturan tersebut mendorong keluarnya ratusan perizinan usaha pertambangan nikel diseluruh Indonesia salah satunya Maluku Utara saat ini saja, misalnya, sudah lebih dari 122 izin pertambangan yang terbagi di beberapa daerah seperti Halmahera Barat 5 izin, Morotai 4 izin, Halmahera Utara 12 izin, Halmahera Tengah 26 izin, Halmahera Selatan 2 izin, Halmahera Selatan 20 izin, kemudian 
kepulauan Sula 25 izin serta pulau Taliabu 7 izin dengan luas total konsesi 655.581,43 hektar dan 12 titik smelter. Realitas yang terjadi mengambarkan situasi wilayah Maluku Utara dengan konteks bahwasananya sentralisasi industry nikel yang digenjorkan oleh Presiden Joko Widodo beserta Kementrian untuk meningkatkan kapasitas ekonomi daerah maupun nasional hal ini malah 
sebaliknya dengan realitas yang terjadi masyarakat Maluku Utara. Operasi industri pertambangan dan hirilisasi nikel yang pesat, kemiskinan kolektif justru semakin membesar dan mendalam. Merujuk data Badan Pusat Statistik peningkatan angka kemiskinan justur terjadi lebih tinggi 
diwilayah operasi pertambangan dan hirilisasi nikel semisalnya Halmahera Tengah indeks 
kemiskinan sebesar 1,36 poin di tahun 2022 meningkat 1,80 poin di tahun 2023 selain itu juga Masyarakat lingkar tambang PT IWIP menghadirkan dua petaka besar. Ruang-ruang hidup warga 
didarat dan dilaut beserta kehidupan layak telah dirampas, dan diperlakukan sebagai medan akumulasi keuangan. Di sisi lain, warga dipaksa, warga dipaksa untuk menerima konsekuensi dari bencana-bencana ekologis seperti banjir, tanah longsor, kekeringan hingga kehilangan mata pencaharian yang layak bagi kemanusiaan ini menjadi sebuah acuan dasar bagaimana wilayah Maluku Utara berada pada titik darurat.Menimbang berbagai sisi tersebut, kehadiran pertambangan yang ada diwilayah Maluku Utara serupa dengan penaklukan atas nama investasi dan hirilisasi. Operasi pertambangan yang terjadi di wilayah Maluku Utara saat ini menjadi prosesi ketimpangan yang dihadapi oleh masyarakat dan 

seluruh ekosistem di Maluku Utara, kehadiran pertambangan yang difasilitasi penuh oleh negara menegasakan fenomena ini sebagai kejahatan korporasi yang melibatkan (state-corporate crime). 
Oleh sebab itu diharuskan peranan serta bentuk kritik yang oleh Mahasiswa Maluku Utara untuk dapat mengkritisi serta mengevaluasi kembali segala bentuk permasalahan dan KUTUKAN 
SUMBER DAYA ALAM yang akhir-akhir ini dihadapi.

Adapun dalam hal menakar nakhkoda baru Maluku Utara, melihat Politik kekuasaan yang ditunjukkan oleh partai-partai peserta pemilu mungkin tidak sekeras yang digambarkan oleh Machiavelli dan Hobbes. Namun, ada indikasi yang kuat bahwa orientasi politik kekuasaan jauh 
lebih dominan dibandingkan dengan politik gagasan. Menggunakan istilah dari demokrasi, politik kekuasaan berfokus pada cara kekuasaan direbut dan dikelola, sementara politik gagasan membahas bagaimana kekuasaan diawasi dan untuk kepentingan siapa kekuasaan tersebut 
dikelola.

Partai-partai besar sibuk membangun koalisi untuk memenangi pertarungan. Lembaga-lembaga survei juga ikut berkontribusi dengan suguhan elektabilitas dari setiap kandidat, baik calon gubernur (cagub) maupun calon wakil gubernur (cawagub). Yang absen dari seluruh hiruk pikuk di atas adalah politik gagasan. Hingga sosok-sosok calon gubernur makin jelas, kompetisi menuju puncak gosale masih berkutat di seputar “bagaimana memenangi pertarungan”; hampir tidak ada gagasan-gagasan besar mengenai Maluku Utara lima tahun ke depan, baik dari partai politik maupun dari para kandidat. Yang ada adalah koalisi yang pasti diprediksi tak abadi, tergantung 
arah angin kepentingan.Partai-partai besar sepertinya sadar betul bahwa kemenangan dalam kompetisi elektoral ditentukan oleh kemampuan dalam mengenali karakter pemilih. Absennya edukasi publik mengenai hak-hak 
politik warga negara membuat pemilih masih berkutat pada dua karakter utama, yakni pemilih emosional dan pemilih transaksional.

Pemilih emosional membuat keputusan berdasarkan kedekatan pribadi, hubungan kekerabatan, serta kesamaan ideologis dan latar belakang seperti agama, budaya, dan kedaerahan. Inilah yang menyebabkan politik identitas tetap terjaga dan terus diproduksi. Sementara itu, pemilih transaksional lebih fokus pada kebutuhan pragmatis dan kepentingan jangka pendek, sehingga politik uang (Money Politic) menjadi hal yang umum diterima. Meski ada juga pemilih rasional yang berfokus pada gagasan dan bagaimana gagasan tersebut dilaksanakan, dalam pemilu-pemilu sebelumnya, partai-partai hampir tidak pernah memperhatikan kelompok pemilih ini.

Menghadapi Pilkada 2024, partai-partai peserta pemilu beserta para kandidatnya tidak bisa lagi terus bertahan pada orientasi kekuasaan karena pertarungan elektoral ditentukan oleh seberapa 
jauh memenangkan hati pemilih milenial dan generasi Z (Gen Z). Gabungan suara milenial dan generasi Z diprediksi mencapai 70 persen dari total suara pemilih pada 2024. Disadari atau tidak, 
kelompok milenial dan generasi Z menjadi penentu kemenangan pertarungan pemilihan kepala daerah.

Oleh Sebab itu, besar harapan Generasi milenial dan generasi Z yang ada di Provinsi Maluku Utara agar memiliki karakter yang jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. Generasi milenial dan generasi Z diharuskan mulai bisa melepaskan diri dari ikatan-ikatan primordial yang membelenggu 

pemilih emosional dan juga berani menolak politik uang yang menjadi basis pemilih transaksional. Diharapkan relatif lebih terbuka, kritis, dan inovatif sehingga Calon NAKHODA BARU Maluku Utara harus ambil ancang-ancang yang strategis dan menggunakan Politik Gagasan untuk 
memenangkan hati generasi milenial dan generasi Z.UNDANGAN TERBUKA
Kepada yang terhormat bakal calon Gubernur Dan Wakil Gubernur Provinsi Maluku Utara, Kami Selaku Pengurus Besar Himpunan Pelajar Mahasiswa Maluku Utara Kota Bandung Mengundang 
Secara Terbuka untuk menghadiri DIALOG PUBLIK dengan Tema “ WAJAH PEMIMPIN BARU UNTUK MEMETAKAN PERADABAN MALUKU UTARA 2024-2029 ” yang akan 
dilaksanakan Pada hari Senin Tanggal 21 Agustus 2024 Di Kota Bandung. 

0 Komentar