BREAKING NEWS


FS Tidak Wajib Dipublikasikan, Kecuali AMDAL: Memahami Batasan Regulasi dan Hak Publik


Perdebatan publik terkait transparansi dokumen Feasibility Study (FS) kembali mengemuka, terutama dalam konteks pembangunan infrastruktur strategis seperti Jalan Trans Kieraha. Sebagian pihak menuntut agar FS dibuka secara luas kepada masyarakat atau bahkan disidangkan secara publik. Namun penting untuk meluruskan pemahaman: tidak ada satu pun dasar hukum yang mewajibkan FS dipublikasikan secara terbuka. Kewajiban publikasi justru hanya berlaku untuk dokumen AMDAL, bukan FS.

Studi Kelayakan (Feasibility Study/FS) merupakan kajian mendalam yang disusun untuk menilai apakah suatu rencana kegiatan atau proyek layak untuk dilaksanakan. Di dalamnya tercakup analisis teknis, ekonomi, sosial, hukum hingga lingkungan. Tujuannya satu: memastikan pemerintah atau pelaksana kegiatan tidak salah langkah dalam mengambil keputusan dan memastikan proyek yang dibangun aman serta memberi manfaat nyata bagi masyarakat.

Berdasarkan regulasi yang berlaku, FS merupakan dokumen teknis yang dibahas secara internal oleh instansi pemerintah terkait, seperti:

  • Dinas PUPR sebagai penanggung jawab teknis,

  • Bappeda Provinsi dalam aspek perencanaan dan kelayakan fiskal,

  • Dinas Lingkungan Hidup dalam kaitan dengan AMDAL atau UKL-UPL,

  • Dinas Perhubungan untuk analisis dampak lalu lintas (Andalalin).

Tidak ada satu pasal pun dalam peraturan yang menyatakan FS harus dipublikasikan atau disidangkan secara terbuka.

Beberapa aturan yang mengatur FS justru menegaskan bahwa dokumen ini bersifat perencanaan internal:

  1. UU No. 2 Tahun 2022 tentang Perubahan atas UU 38/2004 tentang Jalan
    Mengatur bahwa perencanaan jalan mencakup studi kelayakan, namun tidak mengatur kewajiban publikasi FS.

  2. PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Pasal 14–17)
    Menjelaskan tahapan perencanaan, termasuk FS, tetapi tanpa ketentuan publikasi ke publik.

  3. Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
    FS berfungsi sebagai dokumen perencanaan dalam proses pengadaan. Tidak ada kewajiban keterbukaan otomatis.

  4. UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP)
    Dokumen FS bukan termasuk informasi yang wajib diumumkan secara berkala. Masyarakat tetap dapat meminta salinan FS melalui PPID, tetapi tidak menjadi dokumen yang otomatis dipublikasikan.

Dari seluruh regulasi ini, posisi FS jelas: dokumen yang bersifat internal, bukan dokumen publik wajib umum.


Berbeda dengan FS, dokumen AMDAL memang wajib dipublikasikan dan melibatkan masyarakat sejak awal proses penyusunannya. Kewajiban ini sangat tegas diatur dalam:

  1. UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

    • Pasal 26 ayat (2): Penyusunan AMDAL harus melibatkan masyarakat.

    • Pasal 65: Masyarakat berhak berpartisipasi dalam perlindungan lingkungan hidup.

  2. PP No. 22 Tahun 2021

    • Pasal 28–33: Mengatur konsultasi publik AMDAL.

    • Pasal 34–36: Tim Uji Kelayakan harus mempertimbangkan masukan masyarakat.

  3. Permen LHK No. 4 Tahun 2021
    Menegaskan kewajiban pengumuman dan pelibatan masyarakat sejak awal penyusunan AMDAL.

Jadi, publik memiliki ruang dan hak untuk terlibat dalam AMDAL, bukan dalam FS.

Merujuk seluruh ketentuan hukum, posisi pemerintah dalam hal ini Ibu Gubernur Serly Juanda dan Dinas PUPR tidak memiliki kewajiban hukum untuk menjawab tantangan KAHMI Maluku Utara terkait publikasi FS Jalan Trans Kieraha.

FS bukan dokumen publik yang harus diumumkan, sementara AMDAL-lah yang wajib membuka ruang partisipasi publik.

Transparansi tetap penting, namun harus berjalan sesuai koridor peraturan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman mengenai mana dokumen yang wajib diumumkan dan mana yang menjadi arsip teknis pemerintah. (Red) 

Penulis : Mahri Samsul, SKM., M.KL Jabatan : Koordinator Wilayah Maluku – Maluku Utara, Keluarga Alumni KAMMI

Posting Komentar
ADVERTISEMENT
Designed by Gila Temax
ADVERTISEMENT
Designed by Gila Temax
ADVERTISEMENT