Mendiāi Tobelo!
Font Terkecil
Font Terbesar
Tobelo, SiberMalut.Com - Beberapa hari terakhir ini terjadi diskusi hangat tentang kelayakan gelar-gelar di bawah kesultanan sejak Sultan Ternate ke-49 Hidayatullah Syah mengukuhkan Sangaji, Letnan, dan Dopolo Baru-baru Tobelo. Peristiwa ini telah mengundang tanya dari berbagai kalangan. Apakah dalam sejarah kehidupan bermasyarakat di kalangan orang Tobelo dikenal gelar Sangaji dalam tata-sosial di masa lampau? Apakah Tobelo masuk dalam struktur kesultanan Ternate? atau dalam pertanyaan yang lebih luas apakah Tobelo memiliki keterikatan dengan struktur kesultanan Ternate?
Salah satu struktur yang paling banyak disorot adalah Sangaji Tobelo. Namun sepertinya Novino Lobiua, yang dikukuhkan menjadi Sangaji Tobelo telah menyadari hal ini, sehingga dalam petikan ia dengan percaya diri mengatakan “apabila ada yang menanyakan gelar saya sebagai sangaji, karena memang saya berasal dari kapita dan sangaji Tobelo pertama.” (Swaramalut, 14 Maret 2022).
Saya mengandaikan bahwa Novino Lobiua sadar ketika dikukuhkan sebagai Sangaji Tobelo dan apalagi yang mengukuhkanya secara langsung dilakukan oleh Sultan Ternate Hidayatullah Syah. Saya juga mengandaikan bahwa Novino Lobiua meyakini apa yang dilakukannya sudah benar sehingga secara kritis mengkritik pembentukan perangkat adat yang dalam pandangannya sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Tobelo (Swaramalut, 14 Maret 2022).
Disaat yang sama kita juga tidak dapat menafikan kritik pedas bahkan cenderung sarkastis atas pengukuhan Sangaji Tobelo. Para pengkritik pun mempertanyakan apakah benar dalam sejarah dan struktur sosial kemasyarakatan Tobelo mengenal gelar Sangaji? Apa saja bukti-bukti historis dan kulturalnya? Jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan ini membutuhkan ketelitan menelusuri lorong-lorong sejarah dan budaya masyarakat Tobelo di masa lampau? Tanpa itu maka akan timbul salahpaham dan saling klaim yang tanpa dasar kesejarahan dan budaya yang memadai. Kita berharap akan ada kajian kesejarahan dan budaya yang memadai secara ilmiah.
Kajian kesejarahan dan budaya secara ilmiah akan menghindarkan polarisasi di kalangan masyarakat Tobelo sekaligus dapat menjembatani perbedaan pandangan kesejahraan dan budaya di kalangan masyarakat Tobelo. Ini penting karena pada saat pelantikan dengan berani Novino Lobiua menilai bahwa “Saat ini pembentukan perangkat adat sudah tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Tobelo” (Swaramalut, 14 Maret 2022). Untuk sementara barangkali ada baiknya memperhatikan studi sejarah modern masyarakat Tobelo yang dilakukan oleh dosen Unkhair Ternate Irfan Ahmad, yang salah satu artikelnya yang berkaitan dengan pembicaraan kita saat ini yaitu Tobelo Manyawa: Drama Politik Kesultanan Ternate Abad ke IX-XX (2017) dan studi-studi kebudayaan yang dilakukan oleh Platenkamp tentang Tobelo.
Sekiranya benar bahwa kesediaan Novino Lobiua ingin mendiai masyarakat dan adat Tobelo seperti pernyataannya tadi maka kiranya Novino Lobiua menghindarkan diri dari apa yang dalam pengamatan Gerry van Klinken tentang “the Maluku Wars” kesalapahaman revitalisasi identitas etnisitas dan budaya dalam tangan para elit politik lokal (Klinken, 2001). Dengan menyadari hal ini maka masyarakat Tobelo akan terhindar dari segala bentuk politisasi musiman, termasuk pengukuhan gelar-gelar. Ini adalah tugas Novino Lobiua dan semua generasi penerus budaya dan adat di kalangan masyarakat Tobelo. Kebersamaan dalam mendiai identitas struktur sosial dan budaya masyarakat Tobelo secara ilmiah akan sangat membantu masyarakat Tobelo mengelola kehidupan sosial yang semakin beragam budaya itu dengan terus memperkokoh identitas ke-Tobelo-an tanpa harus mengadopsi corak dan identitas struktur sosial dan budaya lain. Mari mendiāi Tobelo!
Oleh: Sirayandris J. Botara
(Dosen Prodi Ilmu Teologi, UNIERA)