Aliansi Buruh Maluku Utara Nilai Penetapan UMP–UMSK 2026 Cacat Prosedur
Ternate,sibermalut.com — Dewan Buruh Bersama Rakyat Maluku Utara secara tegas menyatakan penolakan terhadap penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) Tahun 2026 yang telah ditetapkan oleh Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos.
Penolakan tersebut disampaikan oleh sejumlah organisasi buruh dan rakyat yang tergabung dalam aliansi Dewan Buruh Bersama Rakyat Maluku Utara, antara lain Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Maluku Utara, KPBI, Serikat Buruh Garda Nusantara, Persatuan Serikat Buruh Kota Ternate, Serikat Organisasi Pekerja IWIP, Gabungan Karyawan Halmahera Tengah, Komite Politik Maluku Utara, serta LMID Kota Ternate.(25/12/2025)
Koordinator Dewan Buruh Bersama Rakyat Maluku Utara, Ali Akbar Muhammad, menilai penetapan UMP dan UMSK Tahun 2026 tersebut cacat secara prosedural karena dinilai tidak sesuai dengan ketentuan peraturan pemerintah yang berlaku. Menurutnya, kebijakan tersebut mengabaikan prinsip demokrasi serta melanggar hak dasar buruh untuk memperoleh upah yang layak.
“Penetapan upah ini menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada kepentingan pemodal. Logika yang digunakan adalah logika kepentingan modal, bukan berdasarkan kondisi objektif kehidupan buruh,” tegas Ali Akbar dalam pernyataannya.
Ia menjelaskan, berdasarkan simulasi perhitungan Peraturan Pemerintah Nomor 49 dengan rentang pengalian 0,9, serta mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara sebesar 33,19 persen dan tingkat inflasi minus 0,17 persen, seharusnya penetapan UMP dan UMSK dilakukan dengan kenaikan yang jauh lebih signifikan.
“Perhitungan objektif menunjukkan bahwa kenaikan upah yang layak berada pada kisaran 15 persen hingga 29,71 persen, bukan seperti yang ditetapkan saat ini,” ujarnya.
Dalam pernyataan sikap bersama, Dewan Buruh Bersama Rakyat Maluku Utara menyampaikan sejumlah tuntutan, di antaranya menolak penetapan UMP dan UMSK Tahun 2026 serta mendesak pemerintah untuk merevisi kebijakan tersebut. Aliansi buruh menuntut agar UMP Provinsi Maluku Utara dinaikkan sebesar 15 persen dan UMSK dinaikkan sebesar 29,71 persen.
Selain itu, mereka juga mendesak pemerintah kabupaten/kota, khususnya Kabupaten Halmahera Tengah dan daerah lain yang memiliki sektor pertambangan, untuk menetapkan UMSK dengan kenaikan sebesar 29,71 persen.
Tidak hanya kepada pemerintah daerah, aliansi buruh ini juga meminta Presiden Republik Indonesia agar memerintahkan Menteri Ketenagakerjaan dan Gubernur Maluku Utara untuk merevisi kembali penetapan UMP Maluku Utara Tahun 2026. Penetapan tersebut dinilai bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2026 yang ditandatangani langsung oleh Presiden.
Ali Akbar menegaskan, apabila tuntutan tersebut tidak diakomodasi, pihaknya akan mengonsolidasikan kekuatan buruh dalam jumlah besar untuk melakukan mobilisasi perlawanan di Maluku Utara.
“Pernyataan sikap ini merupakan bentuk perjuangan kami dalam mempertahankan dan memperjuangkan hak-hak kaum buruh serta rakyat Maluku Utara,” pungkasnya.(is)



