Infrastruktur Sebagai Determinan Kesehatan Publik
Font Terkecil
Font Terbesar
HALMAHERA UTARA, SiberMalut.com- Kematian salah seorang warga masyarakat Loloda Utara Kabupaten Halmahera Utara, saat proses rujukan ke rumah sakit akibat buruknya kondisi jalan kembali menegaskan bahwa infrastruktur dasar merupakan determinan penting bagi kesehatan masyarakat.(12/12/2025)
Dalam kajian kesehatan publik, aksesibilitas fisik terhadap fasilitas layanan kesehatan—termasuk kualitas jaringan transportasi—merupakan faktor struktural yang menentukan efektivitas sistem rujukan. Ketika faktor ini tidak terpenuhi, risiko keterlambatan penanganan medis meningkat secara signifikan.
Fenomena kerusakan jalan di banyak daerah sebenarnya bukan masalah baru. Berbagai kajian kebijakan menunjukkan bahwa sebagian pemerintah daerah masih terjebak dalam pola pengelolaan infrastruktur yang bersifat reaktif, bukan preventif.
Padahal, kerangka regulasi nasional menempatkan akses kesehatan sebagai hak fundamental yang harus dijamin negara melalui penyediaan prasarana pendukung yang memadai. Kegagalan memastikan kondisi jalan yang layak menuju fasilitas kesehatan merupakan indikasi lemahnya tata kelola pembangunan daerah.
Dalam konteks teori pelayanan publik, insiden tersebut mencerminkan kegagalan pada dua aspek krusial: service preparedness dan infrastructure reliability. Ketika ambulans terhambat oleh jalan rusak, terjadi gangguan pada rantai layanan (service chain) yang menyebabkan hilangnya kesempatan emas untuk intervensi medis. Secara konseptual, ini dapat dikategorikan sebagai structural barrier, yakni hambatan yang muncul bukan dari pengguna layanan, melainkan dari sistem yang seharusnya melindungi mereka.
Selain itu, secara ekonomi publik, keterlambatan perbaikan jalan turut mencerminkan rendahnya efektivitas alokasi anggaran. Banyak laporan menunjukkan bahwa anggaran infrastruktur sering kali tidak dialokasikan sesuai kebutuhan prioritas, melainkan mengikuti pertimbangan politik atau logika proyek jangka pendek.
Padahal, pendekatan evidence-based policy menuntut agar perbaikan infrastruktur menuju fasilitas kesehatan menjadi salah satu prioritas utama, karena dampaknya langsung terhadap keselamatan warga dan efisiensi layanan kesehatan. Tragedi ini juga membuka ruang refleksi mengenai urgensi reformasi dalam mekanisme pengawasan dan evaluasi infrastruktur daerah.
Pemerintah daerah perlu memperkuat sistem pemantauan kondisi jalan secara berkala, menerapkan standar pelayanan minimal yang jelas, serta memastikan adanya respons cepat terhadap laporan publik. Dalam literatur kebijakan publik, keberhasilan perbaikan infrastruktur sangat bergantung pada tiga hal: kapasitas institusional, loyalitas implementor kebijakan, dan konsistensi anggaran.
Lebih jauh, masyarakat sebagai pemilik mandat demokratis berhak menuntut transparansi mengenai perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan proyek infrastruktur. Tanpa keterbukaan tersebut, kesenjangan antara kebutuhan riil masyarakat dan prioritas pembangunan pemerintah akan terus terjadi.
Kematian satu warga tidak boleh dilihat sebagai kejadian insidental, tetapi sebagai indikator adanya kegagalan sistemik. Jika pemerintah benar-benar ingin memperkuat layanan kesehatan dan keselamatan publik, maka pembangunan infrastruktur tidak dapat dianggap sebagai proyek fisik semata, melainkan bagian integral dari agenda peningkatan kualitas hidup dan pemenuhan hak dasar warga negara. (jo)



